Sunday, October 25, 2015

Perubahan Fisiologi pada Saluran Pencernaan Lansia



1.                  Gigi dan mulut

Gigi merupakan unsur penting untuk pencapaian derajat kesehatan dan gizi yang baik. Perubahan fisiologis yang terjadi pada jaringan keras gigi sesuai perubahan pada gingiva anak-anak. Setelah gigi erupsi, morfologi gigi berubah karena pemakaian atau aberasi dan kemudian tanggal digantikan gigi permanen. Pada usia lanjut gigi permanen menjadi kering, lebih rapuh, berwarna lebih gelap, dan bahkan sebagian gigi telah tanggal (Arisman,2004)

Dengan hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan oklusi gigi atas dan bawah dan akan mengakibatkan daya kunyah menurun yang semula maksimal dapat mencapai 300 poinds per square inch dapat mencapai 50 pound per square inch. Selain itu, terjadinya atropi gingiva dan procesus alveolaris yang menyebabkan akar gigi terbuka dan sering menimbulkan rasa sakit semakin memperparah penurunan daya kunyah. Pada lansia saluran pencernaan tidak dapat mengimbangi ketidaksempurnaan fungsi kunyah sehingga akan mempengaruhi kesehatan umum (Darmojo,2010).

Gangguan rasa pengecap pada proses penuaan terjadi karena pertambahan umur berkorelasi negatif dengan jumlah ’taste buds’ atau tunas pengecap pada lidah. Cherie Long (1986) dan Ruslijanto (1996) dalam Darmojo (2010)  menyatakan 80% tunas pengecap hilang pada usia 80 tahun. Wanita pasca monopause cenderung berkurang kemampuan merasakan manis dan asin. Keadaan ini dapat menyebabkan lansia kurang menikmati makanan dan  mengalami pemurunan nafsu makan dan asupan makanan.Gangguan rasa pengecap juga merupakan manifestasi penyakit sistemik pada lansia disebabkan  kandidiasis mulut dan defisiensi nutrisi terutama defisiensi seng  
                                                                                
2.                  Esofagus

Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makan dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut (Guyton&Hall,2004). Pada manusia lanjut usia, reseptor pada esofagus kurang sensitif dengan adanya makanan. Hal ini menyebabkankemampuan peristaltik esofagus mendorong makanan ke lambung menurun sehingga pengosongan esofagus terlambat (Darmojo,2010)

3.                  Lambung

Motilitas lambung dan pengosongan lambung menurun seiring dengan meningkatnya usia. Lapisan lambung lansia menipis. Di atas usia 60 tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang. Akibatnya penyerapan vitamin dan zat besi berkurang sehingga berpengaruh pada kejadian osteoporosis dan osteomalasia pada lansia.

4.                  Usus

Berat total usus halus (di atas usia 40 tahun) berkurang, namun penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecualikalsium dan zat besi (di atas usia 60 tahun). Di usus halus juga ditemukan adanya kolonisasi bakteri pada lansia dengan gastritis atrofi yang dapat menghambat penyerapan vitamin B. Selain itu, motilititas usus halus dan usus besar terganggu sehingga menyebabkan konstipasi sering terjadi pada lansia (Setiati,2000).

5.                  Rektum dan anus

Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Hal inilah yang sering terjadi pada lansia.


                                                          

Sumber:
       
Arisman . (2004). Gizi dalam ddaur Kehidupan.Editor, Palupi Widyastuti. EGC : Jakarta.

                        Darmojo,B. (2010). Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-4. Balai Penerbit FK UI: Jakarta.


            Setiati, S. (2000). Pedoman Praktis Perawatan Kesehatan: untuk Pengasuh Orang Usia lanjut. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

No comments:

Post a Comment